Demi bertahan hidup, siapa pun rela melakukan apa saja. Termasuk harus adu nyali dengan tinggal di kolong jembatan layang, gerobak, sampai trotoar. “Iming-iming” gratis alias tak usah bayar uang sewa pun menjadi menggiurkan. Tak peduli meski nyawa taruhannya.
Kolong jembatan layang atau akrab dengan istilah apartemen gantung menjadi salah satu sasaran para warga ilegal untuk bernaung. Tidur, makan, bahkan menikmati "bulan madu" dilakukan penghuninya di antara tiang-tiang beton penyangga jembatan layang.Sedikit saja lengah, byurr..., bisa kecemplung sungai dan terbawa arus. Karena itu, Linan (salah satu penghuni “apartemen gantung”) mengaku telah menguasai ilmu keseimbangan tubuh.
Tidur dengan beralaskan karpet berukuran 2 meter dan angin yang berhembus kencang jika malam menjelang. Sudah sekira empat tahun Linan jadi penghuni tetap “apartemen gantung”. Pantas saja, pria yang kesehariannya bekerja sebagai pemulung itu tampak mahir menyusuri ruas-ruas beton, merayap, dan menyeimbangkan badan.
Bertambahnya kaum miskin kota setidaknya membuktikan program pembangunan telah gagal untuk mengatasi persoalan kemiskinan. Pendekatan yang diambil lebih pada kebutuhan penataan kota agar indah dan tertib. Sementara akar-akar kemiskinannya tidak tersentuh. Tak heran, upaya penertiban berpotensi pelanggaran hak-hak kaum miskin kota.