Anggota Tim Peduli Puspa Langka (TPPL) Kepahiang, Bengkulu, Selasa (16/2/10), menunjukkan kuncup Rafflesia arnoldii yang siap mekar di titik tumbuhnya di hutan lindung Bukit Daun, Kepahiang, Bengkulu. Sejak tahun 2000, TPPL menjaga dan memelihara 21 titik tumbuh bunga langka berdiameter hingga 1 meter di hutan lindung tersebut karena habitat bunga raksasa itu semakin rusak.
KOMPAS.com - Lenka, turis asal Ceko berusia sekitar 40 tahun, menangis sesenggukan pada akhir 2009 lalu di hutan lindung Bukit Daun, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Ia tidak mau berpisah dari bunga Rafflesia arnoldii, satu jenis puspa langka endemik Sumatera yang tumbuh di Bengkulu.
Sebelumnya, setelah kegirangan karena berhasil melihat langsung raflesia, dengan penuh keyakinan Lenka mendekatkan kepalanya ke lubang bunga yang tengah mekar. Hidungnya menempel ke pinggir lubang, dan Lenka pun menghirup dalam-dalam aroma yang menguar dari dalam lubang bunga berdiameter 20 sentimeter di bagian tengah lima kelopak bunga langka yang saat mekar berdiameter 80 sentimeter itu.
Tidak terjadi apa-apa. Lenka tidak pingsan, apalagi keracunan. Kekaguman yang sama segera menular kepada turis mancanegara lain yang saat itu ikut melihat.
"Tindakan Lenka sekaligus mematahkan pemahaman tentang bunga raflesia selama ini," tutur Burmansyah (37), anggota Tim Peduli Puspa Langka (TPPL) Bengkulu, saat menemani tim ekspedisi Jelajah Musi 2010 melihat bunga raflesia jenis arnoldii yang segera mekar di hutan lindung Bukit Daun, Kepahiang, Selasa (16/2/10).
Selama ini, ujar Burmansyah, masyarakat cenderung memahami bunga raflesia sebagai bunga bangkai. Pemahaman tersebut harus diluruskan.
Semangat Lenka yang melihat raflesia mekar itu segera menular kepada kami saat memasuki hutan lindung Bukit Daun. Pacet, binatang pengisap darah yang kerap menempel di kaki atau tangan, tidak menghalangi perjalanan ke lokasi bunga langka nan indah itu.
Lokasinya di lereng dengan kemiringan sekitar 60 derajat, persis di atas salah satu mata air yang mengalirkan air ke Sungai Ketapang. Sungai ini bermuara di Sungai Musi di daerah Kepahiang.
Hutan yang merupakan habitat tumbuhnya raflesia yang ditemukan TPPL terletak lima kilometer dari pusat Desa Tebat Monok, Kepahiang. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki 250 meter ke salah satu tempat bunga ditemukan di dalam hutan itu.
Baru berjalan sejauh 150 meter ke dalam hutan, Burmansyah tiba-tiba berhenti. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah batang pohon yang menggelantung. "Itulah batang tanaman raflesia atau disebut juga liana," ujarnya.
Mengikuti petunjuk Burmansyah, jika dalam perjalanan di hutan sudah ditemui liana, kita akan segera bertemu si eksotis Rafflesia arnoldii. Setelah berjalan di aliran mata air jernih, perjalanan berakhir di bagian hutan dengan kemiringan hampir 60 derajat. Tepat di bagian akar pohon, segumpal bunga warna oranye kemerahan tampak. "Ini bunga raflesia yang hampir mekar. Kami perkirakan akan mekar lima hari lagi," ujar Holidin (42), anggota TPPL lainnya.
Raflesia tumbuh di batang menjalar yang menempel di tanah sebagai tempat tumbuhnya bunga. Di sepanjang batang yang menempel di tanah yang basah, tampak enam tonjolan kecil alias tunas-tunas kecil mirip kutil berwarna hitam kecoklatan, bakal raflesia. Di rebahan batang paling bawah terlihat bunga raflesia berdiameter 40 sentimeter yang hampir mekar, di bagian atas terlihat tonjolan-tonjolan calon bunga.
Menurut Holidin, bunga raflesia butuh waktu sembilan bulan untuk tumbuh dan mekar. Pertumbuhan diawali dengan munculnya tunas berbentuk tonjolan mirip kutil di batang. Tunas akan terus tumbuh membesar dalam bentuk bulat seperti kol, namun terselubungi kulit berwarna hitam. Setelah sembilan bulan, kulit akan terkelupas sehingga kelopak bunga yang berwarna merah akan terlihat. Menurut Holidin, bunga itu tidak mengisap serangga atau lalat. Bunga raflesia jenis arnoldii yang kami lihat akan mekar juga tidak menyebabkan keracunan.
Perbedaan makin jelas saat kami mampir ke lokasi pembudidayaan bunga bangkai dari jenis Amorphophallus titanium di Kampung 4 Mess, Desa Tebat Monok, Kepahiang, di belakang rumah adik Holidin, Zul Zum Dihamzah (40).
Di lokasi itu, tampak Amorphopallus titanium, salah satu jenis bunga bangkai, tumbuh. Amorphophallus adalah bunga bangkai yang tumbuh dari umbi.
Jumadi (22), anggota TPPL lainnya, mengatakan, Amorphophallus tumbuh tinggi hingga semeter lebih dan besar seperti lonceng terbalik. Bunga itu juga memiliki bonggol berbentuk seperti tugu di tengah- tengah kelopak bunga.
Setiap kali berbunga, Amorphophallus butuh waktu 22 hari mulai kuncup hingga mekar. Amorphophallus hanya tahan mekar satu hari. Pagi mekar dan sore hari layu. Amorphophallus juga menyiarkan bau busuk, namun lebih seperti bau bangkai yang bisa tercium dari jarak 100 meter.
Referensi lain dari Pusat Informasi Kompas (PIK) menyebutkan, Amorphophallus titanium adalah bunga bangkai yang pertama kali ditemukan tahun 1878 di Kepahiang, Bengkulu, oleh Odoardo Beccari, botanis Italia.
Sementara Rafflesia arnoldii ditemukan oleh Thomas Stanford Raffles, Gubernur Bengkulu pada waktu itu, bersama kawannya, Dr Joseph Arnold. Keduanya menemukan bunga raflesia pada 20 Mei 1818 di Pulau Lebar, dekat Sungai Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan.
Terkait dengan penyebarluasan pengetahuan tentang raflesia, TPPL yang terdiri atas empat orang kakak-beradik itu melakukan pengamatan dan pelestarian raflesia sejak tahun 2000. Secara otodidak, mereka mempelajari tempat tumbuh bunga, pertumbuhan bunga, dan liana atau batang raflesia itu sendiri.
Selama 10 tahun terus-menerus mengamati, mereka yakin raflesia adalah bunga yang tumbuh di batang berakar, bukan bunga parasit yang berkembang dari spora. Bunga raflesia muncul dari liana yang rebah di tanah dan dari liana muncul tunas bunga raflesia.
Jumadi mengatakan, raflesia juga hanya tumbuh di satu jenis liana, yaitu liana dengan daging batang berwarna putih dan berdaun dengan lebar tidak lebih dari tujuh sentimeter. "Ada macam-macam liana, namun hanya pada liana jenis itu raflesia tumbuh," ujar Jumadi.
TPPL memahami liana sebagai tanaman merambat yang tumbuh di dalam hutan hujan tropis lembab, bercurah hujan tinggi, gelap di bagian bawah kanopinya, dan hijau sepanjang tahun. Untuk bisa hidup, liana harus tumbuh dekat dengan air atau di tanah yang mengandung air.
Untuk membuktikan hipotesis dari pengamatan selama ini, sejak tahun 2009 TPPL mulai membudidayakan liana. Mereka menyetek batang liana. Raflesia adalah bunga yang tumbuh dengan akar, bukan tanaman parasit.
Pemahaman TPPL itu sangat berbeda dengan pemahaman para ahli yang ditemukan di PIK serta kajian di dalam buku The Ecology of Sumatra, The Ecology of Indonesia Series Volume I.
Anggota TPPL berusaha agar raflesia tidak diganggu tangan-tangan jahil. Padahal, sejak 1978 raflesia sudah dinyatakan nyaris punah dan harus dilindungi. Pemerintah melalui Keppres Nomor 4 Tahun 1993 sudah menetapkan raflesia sebagai puspa langka nasional. TPPL akan berupaya menjaga terus habitat bunga langka itu. (Helena F Nababan dan Agus Mulyadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar